09 Oktober 2008

"Proof" Sebuah Pembuktian Diri

Sebuah rumah di pojok Chicago. Rumah itu diliputi rumus matematika, berserak angka, ribuan pertanyaan dan penuh perdebatan soal bilangan prima, namun juga terselip sebuah cinta.

Di rumah itu seorang ahli matematika dari Universitas Chicago, Robert (Anthony Hopkins) tinggal bersama putrinya Catherine (Gwyneth Paltrow). Kehidupan Catherine bersama ayah yang telah lama menjadi orang tua tunggal bagi Catherine dan kakaknya Claire (Hope Davis) di Chicago berjalan normal. Namun, kehidupan mereka berubah 180 derajat menyusul penyakit serta obsesi besar Robert terhadap matematika yang membuatnya harus dikucilkan pihak universitas tempatnya mengajar dan mendesak keluarga Robert untuk merawat Robert di Rumah Sakit Jiwa.

Sejak itu, Catherine memutuskan untuk berhenti kuliah dari Universitas Northwestern dan merawat sang ayah yang menolak dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Sementara itu, Claire yang beberapa waktu sebelumnya memang telah bekerja dan tinggal di New York memilih jarang pulang dan hanya sesekali melakukan komunikasi dengan sang ayah lewat telpon. Sedangkan Robert semakin tenggelam dengan keasyikannya mencari terobosan baru dalam matematika.


Kondisi ini praktis membuat Catherine semakin terasing dengan lingkungan luar. Ia hanya keluar rumah seperlunya dan tak punya teman kecuali sang ayah. Hari-harinya hanya diisi dengan merawat sang ayah sekaligus mengotak-atik beragam rumus yang merupakan bagian dari pencarian ayahnya untuk menemukan hal baru dalam dunia matematika. Tak heran, obrolan mereka tentang hal-hal kecil sekalipun selalu dikaitkan dengan dunia matematika. Satu malam di tengah butir-butir salju yang turun dan rasa dingin yang menyergap, Robert berhasil menyelesaikan suatu draft rumusan baru dalam Matematika. Draft tersebut tentu saja masih jauh dari sempurna dan harus banyak dilakukan serangkaian pembuktian agar rumusan tersebut bisa menjadi satu temuan yang valid. Robert menyerahkan draft tersebut kepada Catherine dan minta Catherine untuk membacanya.



Oleh Catherine, draft tersebut tak hanya dibaca, tapi juga dipelajari dan diuji dengan beragam formula dan teknik matematika baik yang pernah ia peroleh semasa kuliah maupun lewat beragam buku teori matematika di rumah. Saat yang sama, Robert terus mengerahkan semua pikiran dan waktu untuk menyelesaikan draft tersebut sehingga semakin tak mempedulikan kesehatan dan keadaan fisiknya. Berhari-hari tak mandi adalah "rutinitas" darinya dan Catherine tetap sabar merawat sang ayah.

Tanpa sengaja ada persaingan diam-diam antara ayah dan anak untuk menjadi yang terdepan dalam matematika. Keadaan ini berlangsung selama berbulan-bulan hingga satu malam saat Catherine telah menyelesaikan sebuah tulisan di satu buku catatan, ia dipanggil sang ayah. Ia pun menemuinya dan sekalian bermaksud menyampaikan hasil kerja matematika. Namun melihat Robert yang tampak sumringah dan lebih dulu menyerahkan kepadanya buku catatan yang merupakan kesimpulan sekaligus penyempurnaan dari draft yang pernah ia buat sebelumnya, Catherine mengurungkan niatnya. Catherine pun hanya bisa tercenung melihat catatan sang ayah. Tanpa pernah menunjukkan hasil kerja matematikanya pada sang ayah yang ahli matematika itu.

Tak lama setelah kejadian tersebut, Robert pun menghembuskan nafas terakhir. Kematian Robert meninggalkan banyak kesan bagi keluarga, sahabat, juga muridnya. Salah seorang murid Robert bernama Hal (Jake Gyllenhaal), ahli matematika termuda di universitas tempat Robert mengajar merupakan salah seorang pengagum Robert begitu terobsesi dengan pemikiran-pemikian Robert. Menjelang pemakaman Robert, Hal minta izin kepada Catherine untuk melihat catatan-catatan dan buku-buku Robert. Awalnya, Catherine keberatan, tapi secara perlahan ia pun mengizinkannya dengan syarat tak ada buku atau catatan yang dibawa pulang. Berhari-hari di rumah Robert membuat hubungan Hal dan Catherine semakin dekat.

Selepas pemakaman Robert yang dihadiri banyak orang, tak terkecuali Claire, Catherine memberikan kunci laci meja Robert kepada Hal. Hal pun segera membuka laci tersebut dan menemukan sebuah buku catatan. Begitu membaca dan menyimak isi buku setebal 40 halaman tersebut, Hal melonjak kaget. Menurutnya, buku tersebut memaparkan hal baru dalam dunia matematika dan ini merupakan karya besar. Untuk itu, ia minta izin kepada Catherine dan Claire untuk membawa buku catatan tersebut ke kampus karena ia perlu bantuan senior dan juniornya di kampus untuk mengkaji karya Robert tersebut sebelum dipublikasikan. Claire mengizinkan, tapi tidak dengan Catherine.

Catherine mendadak bersikap keras dan kasar begitu Hal menyebut buku catatan tersebut sebagai karya dan milik Robert. Menurut Catherine, buku tersebut adalah karya dan miliknya bukan karya dan milik Robert. Sikap tersebut kontan saja mengagetkan Hal dan Claire. Bagi mereka berdua, catatan tangan dalam buku tersebut adalah bukti nyata karya Robert dan di sisi lain catatan tangan tersebut jelas-jelas hanya bisa dihasilkan oleh seorang jenius yang telah lama mendalami dunia matematika lantaran yang dikemukan merupakan hal baru alias belum pernah ada sebelumnya. Dan ini artinya dalam kaca mata mereka tidak mungkin dilakukan oleh Catherine.

Lalu, siapa sebenarnya yang menulis buku catatan tersebut?

Catherine pun menghadapi dilema yang semakin berat. Ia mulai kehilangan rasa percaya pada Claire dan juga meragukan ketulusan cinta Hal. Parahnya lagi, Catherine juga semakin tak bisa memahami dirinya sendiri. Ia khawatir depresi yang dialaminya akan berubah menjadi "kegilaan" yang pernah diderita seumur hidup oleh sang ayah.

Di sisi lain Chaterine harus membuktikan bahwa buku catatan itu adalah hasil pemikiran dan kerja kerasnya, bukan milik Robert. Dan tentu ini bukan perkara mudah bagi Catherine yang kuliahnya saja nggak kelar. Namun dengan semangat yang membara untuk membuktikan siapa dirinya yang sesungguhnya, membuat Catherine tidak kenal lelah untuk terus berjuang. Berjuang mengalahkan kerapuhan jiwa dan rasa takut akan bayang-bayang kelam anggota keluarga yang paling dicintainya, demi menemukan jati dirinya yang sejati. Membuktikan siapa dirinya dan melepaskan diri dari bayang-bayang sang ayah yang kampiun matematika.

Dan Catherine memang membuktikan siapa dirinya yang sesungguhnya. Membuktikan kalau dirinya tidak kalah dengan sang ayah. Catherine tidak mau selalu berada di bawah bayang-bayang sang ayah dalam matematika. Kalau Catherine bisa, kita pun juga bisa!

Kini saatnya membuktikan! Melepaskan diri dari bayang-bayang yang menghantui diri kita dalam belajar matematika: rasa tidak percaya diri, selubung terror yang berwujud guru atau teman, dan menguak tabir yang selama ini menyelimuti diri kita: rasa cemas, ketakutan yang tidak beralasan terhadap matematika. Saatnya menunjukkan bahwa diri kita ada bukan nothing dan bisa berprestasi dalam matematika.


Tidak ada komentar: