24 Desember 2008
12 Desember 2008
Catatan Matematika, Pentingkah?
Seringkali ada anggapan bahwa catatan pelajaran matematika itu tidak penting. Argumentasi yang sering dikemukakan adalah bahwa semua yang dijelaskan guru sudah ada di dalam buku pelajaran. Namun yang harus diingat, kadang guru menggunakan banyak sumber referensi dan apa yang dijelaskan kadang tidak ada di dalam buku teks kita. Alasan lain kenapa perlu membuat catatan adalah dengan menulis kembali apa yang kita pelajari, kita akan jadi lebih paham dibanding jika hanya sekedar membaca atau mendengarkan penjelasan guru. Ketika mencatat, berarti kita secara tidak langsung mengulangi kembali apa yang sudah dijelaskan oleh guru atau apa yang sudah kita baca.
Catatan pelajaran pada dasarnya digunakan untuk membantu mengingat kembali apa yang sudah pernah dipelajari. Mengingat kapasitas otak dan daya ingat kita terbatas, catatan akan sangat berguna untuk memudahkan kita dalam belajar di masa mendatang.
Tentu tidak semua yang diucapkan guru di kelas, atau apa yang kita baca di dalam buku teks pelajaran, kita tulis atau salin begitu saja dalam buku catatan kita. Berikut ini adalah beberapa tips untuk membuat catatan matematika di kelas.
1. Catatlah point-point penting yang dituliskan guru di papan tulis. Jangan membuang-buang waktu dengan menuliskan apa yang sudah ada dalam buku teks pelajaran. Karena tentu saja kita seharusnya telah membaca buku teks tersebut secara cermat sebelum pelajaran untuk mengetahui apa yang ada di dalam buku itu.
2. Catatlah penjelasan guru. Yakinkan bahwa kita sudah menuliskan penjelasan yang disampaikan guru di buku catatan kita. Seringkali guru tidak memberikan catatan ketika menjelaskan suatu konsep atau suatu soal tertentu, sehingga kita harus mencatat sendiri penjelasan guru tersebut. Catatan itu akan dapat membantu menjelaskan kepada kita bagaimana mengerjakan suatu jenis soal tertentu atau membantu menjelaskan kepada kita mengapa guru memilih menggunakan suatu rumus atau suatu metode tertentu, bukan rumus atau metode yang lain untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
3. Catatlah contoh-contoh soal dan langkah-langkah penyelesaiannya yang diberikan oleh guru di kelas. Kemudian tulislah penjelasan tambahan untuk masing-masing langkah tersebut dengan menggunakan bahasa/kata-kata sendiri sehingga kita sungguh paham dan tahu apa yang mesti dikerjakan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut.
Sebagai contoh misalnya bagaimana menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan.
Bersambung...
Catatan pelajaran pada dasarnya digunakan untuk membantu mengingat kembali apa yang sudah pernah dipelajari. Mengingat kapasitas otak dan daya ingat kita terbatas, catatan akan sangat berguna untuk memudahkan kita dalam belajar di masa mendatang.
Tentu tidak semua yang diucapkan guru di kelas, atau apa yang kita baca di dalam buku teks pelajaran, kita tulis atau salin begitu saja dalam buku catatan kita. Berikut ini adalah beberapa tips untuk membuat catatan matematika di kelas.
1. Catatlah point-point penting yang dituliskan guru di papan tulis. Jangan membuang-buang waktu dengan menuliskan apa yang sudah ada dalam buku teks pelajaran. Karena tentu saja kita seharusnya telah membaca buku teks tersebut secara cermat sebelum pelajaran untuk mengetahui apa yang ada di dalam buku itu.
2. Catatlah penjelasan guru. Yakinkan bahwa kita sudah menuliskan penjelasan yang disampaikan guru di buku catatan kita. Seringkali guru tidak memberikan catatan ketika menjelaskan suatu konsep atau suatu soal tertentu, sehingga kita harus mencatat sendiri penjelasan guru tersebut. Catatan itu akan dapat membantu menjelaskan kepada kita bagaimana mengerjakan suatu jenis soal tertentu atau membantu menjelaskan kepada kita mengapa guru memilih menggunakan suatu rumus atau suatu metode tertentu, bukan rumus atau metode yang lain untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
3. Catatlah contoh-contoh soal dan langkah-langkah penyelesaiannya yang diberikan oleh guru di kelas. Kemudian tulislah penjelasan tambahan untuk masing-masing langkah tersebut dengan menggunakan bahasa/kata-kata sendiri sehingga kita sungguh paham dan tahu apa yang mesti dikerjakan dalam menyelesaikan soal-soal tersebut.
Sebagai contoh misalnya bagaimana menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara memfaktorkan.
Bersambung...
03 Desember 2008
Alat peraga Matematika
Kamarudin, Penemu Alat Peraga Matematika
Sumber: Kompas, Sabtu 17 Desember 2005
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika kerap kali menjadi momok menakutkan bagi para siswa. Namun, Kamarudin mampu menjadikan siswa senang, malah dengan santai, mempelajarinya, khususnya murid kelas rendah: kelas I, II, dan III sekolah dasar.
Caranya, Kepala Sekolah Dasar Nomor 1 Kenawa, Desa Kenawa, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, ini membuat alat peraga yang disebutnya Blok/Petak Bilangan. Saya mencoba membuat alat peraga ini dengan mengombinasikan antara belajar dan bermain, tutur Kamarudin (45), ayah dari enam anak hasil pernikahannya dengan Hayatun itu.
Alat peraga itu amat sederhana. Papan tripleks dilubangi sedemikian rupa berbentuk persegi. Kemudian ada sejumlah potongan papan seukuran panjang dan lebar bidang papan yang dilubangi tadi yang bergambar pohon, buah, ikan, kelereng, bola, wayang, dan lainnya di satu sisinya dan angka-angka di sisi lainnya.
Papan ukuran kecil itu ada yang diberi engsel atau isolasi biar bisa dilipat sehingga gambar pohon, buah dan angka, dan lainnya sebagai unsur untuk menambah-mengurangi bisa langsung ditunjukkan kepada siswa.
Bolongan-bolongan tersebut dimaksudkan agar potongan papan bergambar itu bisa dikeluar-masukkan pada lubang bidang papan tersebut. Di bagian paling atas bidang papan terdapat lubang yang ukuran sama untuk wadah hasil akhir (jumlah) dari menambah dan mengurangi bilangan. Sedangkan gambar-gambar dan angka-angka masing-masing pada bagian kiri dan kanan bidang papan.
Dengan alat peraga ini, siswa kelas I, II, dan III SD, bahkan murid taman kanan-kanak, akan lebih mudah mengenal huruf, angka, dan bercerita. Siswa pun bisa belajar menulis karena di atas papan bergambar itu dilengkapi kertas maupun plastik transparan, tinggal mengikuti bentuk-bentuk huruf dan angka.
Cara ini mengganti metode menulis di udara, atau siswa diajak membayangkan angka dan huruf dalam udara, yang sebelumnya diajarkan kepada siswa. Alat peraga ini juga tidak menimbulkan ketakutan siswa untuk belajar Matematika karena mereka serasa diajak bermain.
Ketakutan terhadap mata pelajaran Matematika lebih disebabkan kurangnya peran guru dalam memahami kemudian mengembangkan konsep dasar pelajaran berhitung. Misalnya, 2 x (kali) 2 = 4, oleh guru dinyatakan dalam bentuk hafalan. Mestinya, hasil itu dijabarkan prosesnya sehingga siswa mengerti perolehan angka empat dari perkalian tadi.
Ikut lomba
Ide membuat alat peraga itu didasari pengalaman mengajar di berbagai SD. Dia melihat kondisi memprihatinkan para siswa kelas V-VI yang tidak paham menambah dan mengurangi, apalagi membagi dan mengalikan angka-angka. Kamarudin berpikir keras untuk mengatasi persoalan itu. Kebetulan saat itu, tahun 1980-an, dia diutus mengikuti penataran alat peraga di Balai Pelatihan Guru Mataram. Dari sekitar 90 peserta (guru), dengan karya Blok/Petak Bilangan, ia dinyatakan lulusan terbaik.
Pada tahun yang sama, Kamarudin ikut lomba alat peraga tingkat nasional di Cipayung, Bogor. Saya pilih ikut lomba peraga Matematika mengingat banyak guru IPA di NTB mahir membuat alat peraga, tuturnya. Dalam tempo dua minggu sebelum lomba dimulai, Kamarudin mengumpulkan bahan-bahan dan deskripsi alat peraga. Sebelumnya, nyalinya sempat kecut mengingat alat peraga yang dirancang peserta sejumlah provinsi sangat baik.
Namun, Kamarudin dengan percaya diri mempresentasikan alat peraga di hadapan tim penguji Balitbang Departemen Pendidikan Nasional. Rupanya karya cipta Kamarudin menarik perhatian tim penguji sebab waktu untuk presentasi dibatasi 30 menit, dan saat dia diuji waktu diulurkan menjadi 45 menit, bahkan tim penguji memuji karyanya.
Rupanya pujian dan bonus waktu tadi sebuah pertanda awal sebuah keberhasilan. Alat peraga bikinannya, yang dirasakan nyaris tidak menimbulkan kekaguman kalangan peserta, justru menduduki urutan terbaik. Setelah itu, alat peraganya diuji di sebuah SD di Cipayung, dengan hasil tidak beda jauh saat proses uji pada siswa kelas rendah di Kecamatan Kopang, yaitu dengan tingkat keberhasilan 75-95 persen masing-masing untuk siswa SD pedesaan dan perkotaan.
Sayang alat peraga itu, yang kalau dibuat lengkap memerlukan biaya Rp 500.000 satu set, belum bisa diproduksi massal karena gaji guru golongan IIID ini hanya cukup untuk menyambung hidup. Pernah memang dua perusahaan di Jakarta bersedia memproduksinya, bahkan diperkuat penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding) segala. Namun, kontrak kerja itu tak pernah terwujudkan sampai kini.
Dengan alat peraga itu, hanya satu keinginan Kamarudin, Yang penting siswa kelas I, II, dan III lebih mudah belajar membaca, menulis, dan berhitung. Itu saja.
Sumber: Kompas, Sabtu 17 Desember 2005
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika kerap kali menjadi momok menakutkan bagi para siswa. Namun, Kamarudin mampu menjadikan siswa senang, malah dengan santai, mempelajarinya, khususnya murid kelas rendah: kelas I, II, dan III sekolah dasar.
Caranya, Kepala Sekolah Dasar Nomor 1 Kenawa, Desa Kenawa, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, ini membuat alat peraga yang disebutnya Blok/Petak Bilangan. Saya mencoba membuat alat peraga ini dengan mengombinasikan antara belajar dan bermain, tutur Kamarudin (45), ayah dari enam anak hasil pernikahannya dengan Hayatun itu.
Alat peraga itu amat sederhana. Papan tripleks dilubangi sedemikian rupa berbentuk persegi. Kemudian ada sejumlah potongan papan seukuran panjang dan lebar bidang papan yang dilubangi tadi yang bergambar pohon, buah, ikan, kelereng, bola, wayang, dan lainnya di satu sisinya dan angka-angka di sisi lainnya.
Papan ukuran kecil itu ada yang diberi engsel atau isolasi biar bisa dilipat sehingga gambar pohon, buah dan angka, dan lainnya sebagai unsur untuk menambah-mengurangi bisa langsung ditunjukkan kepada siswa.
Bolongan-bolongan tersebut dimaksudkan agar potongan papan bergambar itu bisa dikeluar-masukkan pada lubang bidang papan tersebut. Di bagian paling atas bidang papan terdapat lubang yang ukuran sama untuk wadah hasil akhir (jumlah) dari menambah dan mengurangi bilangan. Sedangkan gambar-gambar dan angka-angka masing-masing pada bagian kiri dan kanan bidang papan.
Dengan alat peraga ini, siswa kelas I, II, dan III SD, bahkan murid taman kanan-kanak, akan lebih mudah mengenal huruf, angka, dan bercerita. Siswa pun bisa belajar menulis karena di atas papan bergambar itu dilengkapi kertas maupun plastik transparan, tinggal mengikuti bentuk-bentuk huruf dan angka.
Cara ini mengganti metode menulis di udara, atau siswa diajak membayangkan angka dan huruf dalam udara, yang sebelumnya diajarkan kepada siswa. Alat peraga ini juga tidak menimbulkan ketakutan siswa untuk belajar Matematika karena mereka serasa diajak bermain.
Ketakutan terhadap mata pelajaran Matematika lebih disebabkan kurangnya peran guru dalam memahami kemudian mengembangkan konsep dasar pelajaran berhitung. Misalnya, 2 x (kali) 2 = 4, oleh guru dinyatakan dalam bentuk hafalan. Mestinya, hasil itu dijabarkan prosesnya sehingga siswa mengerti perolehan angka empat dari perkalian tadi.
Ikut lomba
Ide membuat alat peraga itu didasari pengalaman mengajar di berbagai SD. Dia melihat kondisi memprihatinkan para siswa kelas V-VI yang tidak paham menambah dan mengurangi, apalagi membagi dan mengalikan angka-angka. Kamarudin berpikir keras untuk mengatasi persoalan itu. Kebetulan saat itu, tahun 1980-an, dia diutus mengikuti penataran alat peraga di Balai Pelatihan Guru Mataram. Dari sekitar 90 peserta (guru), dengan karya Blok/Petak Bilangan, ia dinyatakan lulusan terbaik.
Pada tahun yang sama, Kamarudin ikut lomba alat peraga tingkat nasional di Cipayung, Bogor. Saya pilih ikut lomba peraga Matematika mengingat banyak guru IPA di NTB mahir membuat alat peraga, tuturnya. Dalam tempo dua minggu sebelum lomba dimulai, Kamarudin mengumpulkan bahan-bahan dan deskripsi alat peraga. Sebelumnya, nyalinya sempat kecut mengingat alat peraga yang dirancang peserta sejumlah provinsi sangat baik.
Namun, Kamarudin dengan percaya diri mempresentasikan alat peraga di hadapan tim penguji Balitbang Departemen Pendidikan Nasional. Rupanya karya cipta Kamarudin menarik perhatian tim penguji sebab waktu untuk presentasi dibatasi 30 menit, dan saat dia diuji waktu diulurkan menjadi 45 menit, bahkan tim penguji memuji karyanya.
Rupanya pujian dan bonus waktu tadi sebuah pertanda awal sebuah keberhasilan. Alat peraga bikinannya, yang dirasakan nyaris tidak menimbulkan kekaguman kalangan peserta, justru menduduki urutan terbaik. Setelah itu, alat peraganya diuji di sebuah SD di Cipayung, dengan hasil tidak beda jauh saat proses uji pada siswa kelas rendah di Kecamatan Kopang, yaitu dengan tingkat keberhasilan 75-95 persen masing-masing untuk siswa SD pedesaan dan perkotaan.
Sayang alat peraga itu, yang kalau dibuat lengkap memerlukan biaya Rp 500.000 satu set, belum bisa diproduksi massal karena gaji guru golongan IIID ini hanya cukup untuk menyambung hidup. Pernah memang dua perusahaan di Jakarta bersedia memproduksinya, bahkan diperkuat penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding) segala. Namun, kontrak kerja itu tak pernah terwujudkan sampai kini.
Dengan alat peraga itu, hanya satu keinginan Kamarudin, Yang penting siswa kelas I, II, dan III lebih mudah belajar membaca, menulis, dan berhitung. Itu saja.
02 Desember 2008
Soal Minggu Ini 01122008
Setiap hari Pak Joyo bekerja naik sepeda. Ia berangkat dari rumah pukul 06.00 dan sampai di tempat kerjanya pukul 07.20. Apabila ia berjalan kaki, maka kecepatannya 7km/jam kurangnya dari jika ia bersepeda. Pada suatu hari Pak Joyo pulang dari bekerja naik sepeda dengan kecepatan 3km/jam kurangnya dari biasanya. Setelah menempuh jarak 12 km, sepedanya rusak, terpaksa ia harus menuntun sepedanya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan selama 2 jam. Berapakah jarak rumah Pak Joyo ke tempat kerjanya?
Selamat Mencoba...
Selamat Mencoba...
Langganan:
Postingan (Atom)