15 September 2008

Matematika Yang Mengubah Dunia

Seringkali matematika yang kita kenal dan yang hadir didepan kita adalah matematika yang penuh rumus, abstrak, teoritis dan kering. Tapi benarkah matematika itu ilmu yang kering dan hanya melulu rumus yang teoritis sekaligus abstrak?

Sebenarnya ada banyak sisi lain matematika yang menarik. Hanya sayang, selama ini kita belum mengenalnya, karena jarang disentuh atau tidak dihadirkan saat kita belajar matematika di sekolah. Ada banyak sisi menarik matematika yang jika digali akan membuat kita kagum dan memberi warna yang berbeda dari matematika yang selama ini kita anggap angker dan menakutkan. Ada bilangan ajaib yang kadang terasa tidak masuk akal, ada permainan yang membuat kita bengong-takjub, cerita-cerita konyol yang mengantar para ilmuwan matematika pada penemuan konsep matematika yang baru, visualisasi grafik bak lukisan yang indah nan menawan dari himpunan atau fungsi tertentu, dan lain sebagainya.



Kita pasti sepakat mengakui kalau matematika itu memang penting bagi kehidupan manusia. Bayangkan, bagaimana dunia sekarang ini seandainya tidak ada matematika? Mungkinkah kita bisa nonton TV, main game di komputer, ngobrol dengan teman lewat telepon atau sms-an dengan hand phone? Bayangkan betapa kacaunya dunia ini seandainya orang tidak mengenal bilangan dan orang tidak bisa menghitung secara sederhana. Apa yang terjadi kalau orang tidak bisa memahami ruang dimana ia berada, tidak bisa memahami harga barang di suatu toko?

Sudah tidak disangsikan lagi, matematika memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Banyak yang telah disumbangkan matematika bagi perkembangan peradaban manusia. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari peranan matematika. Boleh dikatakan landasan utama sains dan teknologi adalah matematika. Tapi apakah sumbangan matematika hanya untuk kemajuan sains dan teknologi saja? Apakah kita tahu kalau matematika juga ikut berperan dalam menentukan arah maupun isi pemikiran-pemikiran filsafat, dalam meruntuhkan dan membangun kembali ajaran-ajaran agama, dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakekat manusia dan dunianya?

“Segala sesuatu adalah bilangan-bilangan” demikian Pythagoras berfilsafat dengan menggunakan matematika. Mungkin kita akan bingung menafsirkan pernyataan tersebut. Tapi memang demikianlah filsafat, bukan filsafat kalau tidak membingungkan. Memang tampaknya yang diungkapkan Pythagoras tersebut tidak masuk akal, namun yang dia maksudkan bukannya tanpa arti sama sekali. Ia menemukan pentingnya bilangan dalam musik, dan hubungan yang ia bangun antara musik dan matematika terkenal dengan istilah matematika, seperti “nilai rata-rata harmoni” dan “progresi harmoni”.

Pythagoras menganggap bilangan-bilangan sebagai bentuk-bentuk, sebagaimana yang ada pada dadu atau kartu permainan. Kita pun masih mewarisinya hingga sekarang dengan menggunakan istilah seperti bilangan bujur sangkar atau bilangan berpangkat dua dan bilangan kubus untuk bilangan berpangkat tiga, yang tidak lain adalah istilah-istilah yang berasal dari Pythagoras. Ia pun menggunakan istilah bilangan segi empat, bilangan segitiga, bilangan piramida, dan sebagainya. Bilangan-bilangan itu sebetulnya mewakili jumlah batu kerikil yang digunakan untuk menyusun bentuk-bentuk yang bersangkutan.

Nah, rupanya hal tersebut berhubungan dengan pandangan Pythagoras bahwa dunia ini bersifat atomis, dan menganggap tubuh terbentuk dari molekul-molekul yang terdiri dari atom-atom yang tersusun dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini ia ingin aritmatika sebagai bidang studi yang menjadi dasar dalam ilmu fisika maupun estetika.

Penemuan terpenting dari Pythagoras adalah apa yang sudah sangat kita kenal dan sering kita gunakan dalam segitiga siku-siku yaitu Dalil Pythagoras. Jumlah kuadrat sisi-sisi yang membentuk sudut siku-siku sama dengan kuadrat sisi miringnya, demikian isi dalil yang terkenal tersebut. Tapi bak buah simalakama, dalil tersebut sekaligus menjadi titik tolak ditemukannya dalil ketaksebandingan, yang mementahkan kembali seluruh filsafat Pythagoras. Karena teori aritmatika tidak cukup memadai mengenai ketaksebandingan, maka hal ini semakin meyakinkan para ahli matematika ketika itu, bahwa geometri harus disusun secara terpisah dengan aritmatika.

Dan sejak itu geometri mempunyai pengaruh yang besar terhadap filsafat dan metode ilmiah. Penalaran deduktif aksiomatis menjadi kunci utama dalam memahami pengetahuan. Ini membawa konsekuensi, Matematika tidak lagi mempelajari obyek-obyek yang secara langsung dapat ditangkap oleh indera manusia. Substansi matematika adalah benda-benda pikir yang bersifat abstrak. Dan jadilah matematika murni mendominasi.

Sebagai contoh, geometri berurusan dengan lingkaran-lingkaran eksak, bagaimanapun cermatnya kita menggambar dengan menggunakan jangka, tetap akan ada kekurangsempurnaan dan ketidakteraturan. Ini membuktikan pandangan bahwa semua penalaran eksak hanya berkenaan dengan obyek-obyek ideal yang berbeda dengan obyek inderawi. Lebih jauh ini membawa pada pandangan dalam filsafat bahwa pikiran lebih utama daripada indera, dan obyek-obyek pikiran lebih nyata ketimbang obyek-obyek persepsi inderawi.

Doktrin-doktrin mistik yang menyangkut hubungan antara waktu dan keabadian pun mendapat dukungan dari matematika murni, obyek-obyek matematika, seperti bilangan-bilangan, andaikata nyata sekalipun, sifatnya tetap abadi dan tidak lekang oleh waktu. Obyek-obyek abadi demikian dikonsepsikan sebagai pikiran Tuhan. Maka jangan heran jika muncul doktrin Plato bahwa Tuhan adalah ahli geometri. Agama rasionalistik yang berbeda dengan agama apokaliptik, semenjak Pythagoras, dan terutama semenjak Plato, telah sepenuhnya didominasi oleh matematika dan metode matematis.

Kombinasi matematika dan teologi, yang bermula dari Pythagoras, telah menanamkan ciri pada filsafat yang bercorak religius di Yunani, di Abad Pertengahan dan jaman modern hingga Immanuel Kant. Tetapi mulai era Plato dan Descartes terjadilah perpaduan yang mendalam antara agama dan penalaran, antara aspirasi moral dan sikap logika yang memuliakan segala yang baka. Hal ini tidak lepas dari pengaruh dominasi matematika murni kala itu.

Nah, sekarang percaya khan kalau matematika itu juga ikut berperan dalam menentukan arah maupun isi pemikiran-pemikiran filsafat, dalam meruntuhkan dan sekaligus membangun kembali ajaran-ajaran agama?!

Tidak ada komentar: