18 Juni 2009

Metode Horizontal Perbarui Cara Vertikal

MATEMATIKA
Metode Horizontal Perbarui Cara Vertikal
Rabu, 17 Juni 2009 | 04:17 WIB

Oleh STEPHANUS IVAN GOENAWAN

Pengajaran berhitung dasar yang diajarkan di sekolah selama ini, meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, jika dilihat dari proses hitungnya, semua dilakukan secara vertikal.

Metode berhitung secara terstruktur ini disebut juga sebagai metode hitung tradisional. Sesuai dengan namanya, proses hitungnya dimulai dari atas menuju ke bawah. Karena metode hitung ini telah digunakan dalam dunia pendidikan selama berabad- abad, maka dapat disebut sebagai cara tradisional.

Pengajaran berhitung terstruktur secara horizontal merupakan cara berhitung baru, sebagai penyempurnaan cara hitung vertikal atau tradisional. Mengapa disebut sebagai penyempurnaan proses hitung tradisional?



Ada tiga alasan yang mendasari pernyataan tersebut berdasarkan proses hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Pertama, konsep asosiasi tempat satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya dalam metode tradisional untuk menyelesaikan proses hitung penjumlahan atau pengurangan tentu saja sudah ada, tetapi penekanannya kurang karena pemisahan nilai antara satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya tidak ditandai secara tegas dengan suatu notasi pemisah. Sedangkan pada metode horisontal konsep asosiasi nilai secara tegas dipisah dengan notasi pagar. Dengan adanya notasi pagar maka nilai tempat satuan, puluhan (|), ratusan (||) dan seterusnya menjadi lebih mudah dipahami dan dibayangkan.

Kedua, proses hitung perkalian melalui cara horizontal ternyata dapat menciptakan pola-pola khusus yang disebut sebagai portal atau pola horizontal. Melalui portal, proses perkalian menjadi lebih cepat dibandingkan dengan cara tradisional. Misal kuadrat bilangan 85 bila dikerjakan dengan metode horisontal adalah sebagai berikut; 8x(8+1)||25>72||25, atau hasilnya adalah tujuh ribu dua ratus dua puluh lima.

Selain itu, perhitungan cara horizontal merupakan pengajaran perantara yang baik dari belajar berhitung dasar secara tradisional masuk ke bidang aljabar. Aljabar merupakan cabang matematika dengan tanda-tanda dan huruf-huruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka (KBBI). Dengan cara horizontal, khususnya penyelesaian perkalian menggunakan portal, siswa dituntun mengenal dari nilai variabel. Pengetahuan ini adalah fondasi dasar memahami sebuah persamaan atau fungsi dalam ilmu aljabar. Misalkan portal kuadrat a5 adalah ax(a+1)||25, di mana contoh soalnya seperti nampak di atas.

Kemampuan siswa mengenal keteraturan pola angka juga dapat dikembangkan melalui portal-portal metode horizontal. Melalui kemampuan ini metode horizontal mampu menciptakan creative human calculator—siswa mampu lakukan perhitungan perkalian melebihi kemampuan kalkulator 12 digit. Kemampuan ini bukan lagi merupakan bakat sejak lahir (gifted), tetapi dapat dipelajari melalui metris sehingga potensi kreativitas siswa dalam berhitung semakin terasah. Kita bisa menyaksikan kemampuan mereka dalam Olimpiade Kreativitas Angka (OKA) II pada 14 November 2009 di Universitas Atma Jaya, Jakarta.

Dalam proses perhitungan pembagian dengan cara tradisional, mencari hasil akhir dilakukan dengan serial mencari hasil sementara secara bertahap. Hasil sementara itu bila dikalikan dengan bilangan pembagi harus lebih kecil atau sama dengan pembilangnya. Bila perhitungan dilakukan dengan cara horizontal, aturannya lebih umum sehingga bisa lebih cepat mencapai hasil akhir.

Ketiga-alasan ini menjelaskan mengapa pembagian cara horizontal adalah penyempurnaan cara tradisional. Hasil sementara proses penghitungan pembagian metris bila dikalikan dengan bilangan pembagi boleh lebih kecil, lebih besar, atau sama dengan pembilangnya karena dasar pemilihan hasil sementara adalah selisih terkecil-pembilang dikurangi perkalian antara hasil sementara dengan bilangan pembagi. Selisih itu bisa bernilai positif atau negatif. Karena konsepnya menggunakan selisih terkecil, cara horizontal mampu memperoleh hasil akhir lebih cepat karena lebih cepat konvergen (Metris: pembagian ajaib, Grassindo).

Kita sepakat, berhitung merupakan ilmu dasar dan pintu gerbang mempelajari ilmu pengetahuan lain. Oleh karena itu, agar pendidikan di Indonesia dapat mengejar ketertinggalan bahkan menjadi lebih unggul dari pada bangsa lain, Indonesia mesti mengembangkan metode pengajaran yang kreatif dan inovatif secara mandiri.

STEPHANUS IVAN GOENAWAN Penemu Metris, Dosen FT Universitas Atma Jaya



17 Juni 2009

Cerita tentang "Monster Matematika"

Setelah sekian lama tidak aktif menulis di blog, khususnya setelah perjalanan dari Timor Leste dan Australia. Pagi ini saya membuka rumah matematika. Dan sungguh surprise banget, saya menemukan komentar yang ditulis oleh Penulis artikel "monster matematika" di Kompas yang saat itu masih duduk di bangku SD. Terima kasih Non Nandiasa. Senang mendengar kisahmu kembali. Sungguh inspiratif. Tulisan itu paling tidak membuat dan memaksa aku berefleksi sebagai guru matematika. Dan refleksi atas tulisan itu aku share ke banyak kolega guru matematika, paling tidak yang membaca KOMPAS. Nah, berikut adalah kisah yang ditulis Non Nandiasa tentang matematika dan menurutku sekali lagi sangat inspiratif. Bukankah tak ada pelajaran yang lebih berharga selain sharing hidup itu sendiri?

halo bapak yang menulis komentar ini...
Kenalkan pak, saya anak SD yang dulu pernah menulis artikel "Monster Matematika" di kompas tersebut. Sampai sekarang saya
masih menyimpan artikelnya ^^Saya sangat terkesan dengan sikap bapak terhadap realitas proses belajar ilmu pasti (khususnya matematika ya hehe) di Indonesia. Alhamdulilah setelah tujuh tahun lalu saya 'bermusuhan' dengan matematika, saya sempat menemukan saat dimana saya menyukai matematika hahahaa...


Saat2 itu dimulai dari kelas 2 smp...kelas 1 smp memang masih ada guru yg seperti itu haha..tapi sejak kelas 2 smp, saya privat dengn salah satu tetangga. Dan menurut saya guru saya tersebut sangat menyenangkan. Cara mengajarnya juga aplikatif. Dimulai dengan memberi saya soal yg cukup mudah, terus ia memberi saya tiga lagi soal dengan tingkat setipe..lalu saya mengerjakannya dengan benar. Ia lalu
bertanya, mau mengerjakan soal seperti ini lagi atau lanjut? Karena saya senang mengerjakannya, saya mau lagi dan lagi mengerjakan soal dengan tipe sprti tadi.

Dengan hal ini, guru saya telah memunculkan rasa percaya diri kepada saya untuk AKHIRNYA ^^ bisa mengerjakan matematika tanpa stres hehehe...setelah itu guru saya menyuruh saya mengajarkan langakh2nya kepada ibu saya. Saya tahu mungkin saat itu ibu saya sudah tahu, tapi ketika saya jelaskan "gini lho caranya!!" lalu mendengar ibu saya ilang "Oo..! Jadi..." saya merasa orang paling pintar matematika sedunia hahaha...

Besok paginya dikelas, guru saya memberikan soal yang persisss setipe dengan yang saya pelajari sebelumnya itu. Kontan sy berdiri dan memberanikan diri maju. Saya mengerjakannya dengan benar semua...setelah itu saya sering maju kedepan kelas untuk mengerjakan soal dan kadang mengajari teman saya...guru saya pun mengakui adanya kemajuan ini, apalagi temen2 saya hehehehe...

lalu yang paling absurd, saat saya pindah ke daerah serpong saat kelas 3 smp. Kepala sekolah di sekolah tersebut memang terkenal sangat perhatian terhadap muridnya karena sekolahnya juga baru, dan muridnya sedikit...

Disitu alergi saya terhadap matematika muncul lagi karena sudah terlalu lama liburannya hehehe...tapi setelah beberapa lama, tiba2 kepala sekolah meminta saya ikut olimpiade MIPA di salah satu sekolah (tepatnya madrasah) yang terkenal dengan siswa/i nya yang pintar, cerdas, dan bermoral tinggi. Saya langsung kaget dong! Bisa apa saya ko tiba2 diminta ikut olimpiade MIPA??

Gila apa, mau kalah!
Setelah dikarantina beberapa hari, memang tim saya kalah. Dari 51 sekolah, saya berada pada urutan 49 ahahahahhaa...tapi setelah itu ibu saya senang melihat wajah saya. Ternyata kepala sekolah memang sengaja meletakkan saya di olimpiade tersebut agar kepercayaan diri saya terhadap matematika bisa tumbuh.

Terharu...
Besoknya saya berniat aktif dikelas matematika, karena sekarang ternyata kepala sekolahnya yang mengajar. Dan hati saya jumpalitan bukan main ketika suatu hari saya mendapat nilai 100 untuk ulangan mtk T.T...bener2 ga nyangka!! Saya yang bego matematika dulu gini...hahaha...

dan alhamdulilah sekarang saya sudah berkuliah di ITB, Bandung, di fakultas paling keren se ITB (hehehhehee), menjelang semester ke 3. Saya tahu fakultas ini bukan fakultas yang mengandalkan matematika atau MIPA sebagai pegangan utama akademiknya. Tapi saya sangat bahagia berkuliah dsini karena dsinilah saya menemukan orang2 yang setipe...hahahaha

Saya sangat berterimakasih kepada keluarga saya, terutama ibu yang selama ini selalu yakin terhadap kemampuan saya, lalu semua guru2, dan guru seperti bapak :))