27 Januari 2009

Soal Minggu Ini 270109



Sebuah tanki A berisi campuran 10 gallon air dan 5 galon alkohol murni. Tanki B berisi 12 gallon air dan 3 galon alkohol murni. Berapa galon yang harus diambil dari tiap-tiap tanki agar bila digabungkan menghasilkan 8 galon larutan dan kadar alkohol 25% dari isinya?

23 Januari 2009

Jangan salah 1 ons bukan 100 gram


Sudah cukup lama sebenarnya saya mendapatkan email ini, tapi tidak segera saya buka. Ketika saya membukanya, ternyata ada hal yang sangat menarik dan sungguh mengejutkan!
Ini emailnya....

Seorang teman saya yang bekerja pada sebuah perusahaan asing, di PHK akhir tahun lalu. Penyebabnya adalah kesalahan menerapkan dosis pengolahan limbah, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kesalahan ini terkuak ketika seorang pakar limbah dari suatu negara Eropa mengawasi secara langsung proses pengolahan limbah yang selama itu dianggap selalu gagal. Pasalnya adalah, takaran timbang yang dipakai dalam buku petunjuknya menggunakan satuan pound dan ounce. Kesalahan fatal muncul karena yang bersangkutan mengartikan 1 pound = 0,5 kg dan 1 ounce (ons) = 100 gram, sesuai pelajaran yang ia terima dari sekolah.

Sebelum PHK dijatuhkan, teman saya diberi tenggang waktu 7 hari untuk membela diri dengan cara menunjukkan acuan ilmiah yang menyatakan 1 ounce (ons) = 100 g. Usaha maksimum yang dilakukan hanya bisa menunjukkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan ons (bukan ditulis ounce)adalah satuan berat senilai 1/10 kilogram. Acuan lain termasuk tabel-tabel konversi yang berlaku sah atau dikenal secara internasional tidak bisa ditemukan. SALAH KAPRAH YANG TURUN-TEMURUN. Prihatin dan penasaran atas kasus diatas, saya mencoba menanyakan hal ini kepada lembaga yang paling berwenang atas system takar-timbang dan ukur di Indonesia, yaitu Direktorat Metrologi.

Ternyata, pihak Dir. Metrologi pun telah lama melarang pemakaian satuan ons untuk ekivalen 100 gram. Mereka justru mengharuskan pemakaian satuan yang termasuk dalam Sistem Internasional (metrik) yang diberlakukan resmi di Indonesia.Untuk ukuran berat, satuannya adalah gram dan kelipatannya. Satuan *Ons bukanlah bagian dari sistem metrik* ini dan untuk menghilangkan kebiasaan memakai satuan ons ini, Direktorat Metrologi sejak lama telah memusnahkan semua anak timbangan (bandul atau timbal) yang bertulisan "ons" dan "pound".

Lepas dari adanya kebiasaan kita mengatakan 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, ternyata *tidak pernah ada acuan system takar-timbang legal* atau pengakuan internasional atas satuan ons yang nilainya setara dengan 100 gram. Dan dalam sistem timbangan legal yang diakui dunia internasional, *tidak pernah dikenal adanya satuan ONS khusus **Indonesia **. Jadi, hal ini adalah suatu kesalahan yang diwariskan turun-temurun. Sampai kapan mau dipertahankan?

BAGAIMANA KESALAHAN DIAJARKAN SECARA RESMI?
Saya sendiri pernah menerima pengajaran salah ini ketika masih di bangku sekolah dasar. Namun, ketika saya memasuki dunia kerja nyata, kebiasaan salah yang nyata-nyata diajarkan itu harus dibuang jauh karena akan menyesatkan. Beberapa sekolah telah saya datangi untuk melihat sejauh mana penyadaran akan penggunaan sistem takar-timbang yang benar dan sah dikemas dalam materi pelajaran secara benar, dan bagaimana para murid (anak-anak kita) menerapkan dalam hidup sehari-hari. Sungguh memprihatinkan. Semua sekolah mengajarkan bahwa 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, dan anak-anak kita pun menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari.

"Racun" ini sudah tertanam didalam otak anak kita sejak usia dini. Dari para guru, saya mendapatkan penjelasan bahwa semua buku pegangan yang diwajibkan atau disarankan oleh Departemen Pendidikan Indonesia mengajarkan seperti itu.Karena itu, tidaklah mungkin bagi para guru untuk melakukan koreksi selama Dep. Pendidikan belum merubah atau memberikan petunjuk resmi. TANGGUNG JAWAB SIAPA? Maka, bila terjadi kasus-kasus serupa diatas, Departemen Pendidikan kita jangan lepas tangan.

Tunjukkanlah kepada masyarakat kita terutama kepada para guru yang mengajarkan kesalahan ini,salah satu alasannya agar tidak menjadi beban psikologis bagi mereka; "acuan sistem timbang legal yang mana yang pernah diakui/diberlakukan secara internasional, yang menyatakan bahwa: "1 ons adalah 100 gram, 1 pound adalah 500 gram"? Kalau Dep.Pendidikan tidak bisa menunjukkan acuannya, mengapa hal ini diajarkan secara resmi di sekolah sampai sekarang?

Pernahkan Dep. Pendidikan menelusuri, di negara mana saja selain Indonesia berlaku konversi 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram? Patut dipertanyakan pula, bagaimana tanggung jawab para penerbit buku pegangan sekolah yang melestarikan kesalahan ini? Kalau Dep. Pendidikan mau mempertahankan satuan *ons yang keliru* ini, sementara pemerintah sendiri melalui Direktorat Metrologi melarang pemakaian satuan "ons" dalam transaksi legal, maka konsekwensinya ialah harus dibuat sistem baru timbangan Indonesia (versi Depdiknas). Sistem baru inipun harus diakui lebih dulu oleh dunia internasional sebelum diajarkan kepada anak-anak.

Perlukah adanya system timbangan Indonesia yang konversinya adalah 1 ons "Depdiknas" = 100 gram Dan 1 pound "Depdiknas" = 500 gram.? Bagaimana "Ons dan Pound "Depdiknas" ini dimasukkan dalam sistem metric yang sudah baku diseluruh dunia? Siapa yang mau pakai?. HENTIKAN SEGERA KESALAHAN INI. Contoh kasus diatas hanyalah satu diantara sekian banyak problema yang merupakan akibat atau korban kesalahan pendidikan. Saya yakin masih banyak kasus-kasus senada yang terjadi, tetapi tidak kita dengar.

Salah satu contoh kecil ialah, banyak sekali ibu-ibu yang mempraktekkan
resep kue dari buku luar negeri tidak berhasil tanpa diketahui dimana
kesalahannya. Karena ini kesalahan pendidikan, masalah ini sebenarnya
merupakan masalah nasional pendidikan kita yang mau tidak mau harus
segera dihentikan. Departemen Pendidikan tidak perlu malu dan basa-basi
diplomatis mengenai hal ini.


Mari kita pikirkan dampaknya bagi masa depan anak-anak Indonesia .

Berikan teladan kepada bangsa ini untuktidak malu memperbaiki
kesalahan. Sekalipun hanya untuk pelajaran di sekolah, dalam hal
Takar-Timbang- Ukur, Dep. Pendidikan tidak memiliki supremasi
sedikitpun terhadap Direktorat Metrologi sebagai lembaga yang paling
berwenang diIndonesia. Mari kita ikuti satu acuan saja, yaitu Direktorat Metrologi.
Era Globalisasi tidak mungkin kita hindari, dan karena itu anak-anak kita
harus dipersiapkan dengan benar.
Benar dalam arti landasannya, prosesnya, materinya maupun arah pendidikannya.

Mengejar ketertinggalan dalam hal kualitas SDM negara tetangga saja
sudah merupakan upaya yang sangat berat.Janganlah malah diperberat
dengan *pelajaran sampah* yang justru bakal menyesatkan.

Didiklah anak-anak kita untuk mengenal dan mengikuti aturan dan standar
yang berlaku SAH dan DIAKUI secara internasional, bukan hanya yang rekayasa
lokal saja. Jangan ada lagi korban akibat pendidikan yang salah.

Kita lihat yang nyata saja, berapa banyak TKI diluar negeri yang
berarti harus mengikuti acuan yang berlaku secara internasional.
Anak-anak kita memiliki HAK untuk mendapatkan pendidikan yang benar
sebagai upaya mempersiapkan diri menyongsong masa depannya yang akan penuh
dengan tantangan berat. ACUAN MANA YANG BENAR? Banyak sekali literatur, khususnya
yang dipakai dalam dunia tehnik, dan juga ensiklopedi ternama seperti Britannica, Oxford,dll.

*(maaf, ini bukan promosi)* menyajikan tabel-tabel konversi yang tidak
perlu diragukan lagi. Selain pada buku literatur, tabel-tabel konversi
semacam itu dapat dijumpai dengan mudah di-dalam buku harian/diary/
agenda yang biasanya diberikan oleh toko atau produsen suatu produk
sebagai sarana promosi. *Salah satu* konversi untuk satuan berat yang
umum dipakai SAH secara internasional adalah sistem avoirdupois/ avdp.
(baca : averdupoiz).

1 ounce/ons/onza = 28,35 gram *(bukan 100 g.)*
1 pound = 453 gram *(bukan 500 g.)*
1 pound = 16 ounce *(bukan 5 ons)* Bayangkan saja, bagaimana jadinya
kalau seorang apoteker meracik resep obat yang seharusnya hanya diberi
28 gram, namun diberi 100 gram.

Apakah kesalahan semacam ini bisa di kategorikan sebagai malpraktek?
Pelajarannya memang begitu, kalau murid tidak mengerti, dihukum!!!
Jadi, kalau malpraktik, logikanya adalah tanggung jawab yang mengajarkan.

(*ini hanya gambaran/ilustrasi salah satu akibat yang bisa ditimbulkan,
bukan kejadian sebenarnya, tetapi dalam bidang lain banyak sekali
terjadi)* KALAU BUKAN KITA YANG MENYELAMATKAN - LALU SIAPA ?.
Melalui tulisan ini saya ingin mengajak semua kalangan, baik kalangan
pemerintah, akademis, profesi, bisnis/pedagang, sekolah dan orang tua dan
juga yang lainnya untuk ikut serta mendukung penghapusan satuan "ons dan pound yang
keliru" dari kegiatan kita sehari-hari.

Pengajaran sistem timbang dgn. satuan Ounce dan Pound seharusnya
diberikan sebagai pengetahuan disertai kejelasan asal-usul serta *rumus
konversi yang benar*. Hal ini untuk membuang kebiasaan salah yang telah melekat dalam
kebiasaan kita, yang bisa mencelakakan/ menyesatkan anak-anak kita, generasi penerus bangsa ini.

LEMBAR PELENGKAP TAKAR - UKUR - TIMBANG MENGIKUTI SISTEM
METRIK YANG BERLAKU SEJAK THN *1799*. *Kuantitas* *Satuan* *Simbol*
*Keterangan* Panjang meter m bukan mtr.Luas meter persegi (m2).Isi/volume
meter kubik (m3). Berat gram (g) bukan gr.Takaran liter 1 l = 1000 cm3
(cc.)Suhu/temperatur e derajat Celcius oC
BEBERAPA SEBUTAN / AWALAN UNTUK FAKTOR PENGALI DALAM SISTEM METRIK
AWALAN FAKTOR PENGALI SIMBOL/SINGKATAN
CONTOH PEMAKAIAN
Giga 1.000.000.000 G GHz. Mega 1.000.000 M MW kilo 1.000 k km hecto 100 h ha
deka 10 da dam deci 0,1 d dm centi 0,01 c cm milli 0,001 m ml micro
0,000.001 *m* mF dan seterusnya.
Dalam sistem metrik memang dikenal *1 are = 100 m2* khusus untuk ukuran
tanah yang diakui sah secara internasional.
*Untuk satuan ONS yang mengartikan kelipatan 100 g., apalagi POUND yang
mengartikan kelipatan 500 g.,tidak pernah ada didalam system metrik
maupun non-metrik/imperial yang pernah diberlakukan sah secara
internasional.


19 Januari 2009

Persamaan Linear Dalam Iklan

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari persamaan linear. Apabila kita belanja di pasar dan dari sekumpulan barang belanjaan kita mendapatkan suatu harga tertentu, secara tidak langsung kita bersentuhan dengan persamaan linear. Atau, saat kita sedang menikmati makan siang di sebuah restoran cepat saji, dan di sana ditawarkan beberapa paket makanan yang merupakan kombinasi dari beberapa jenis makanan. Setiap paket pasti memiliki harga tertentu dan kita tidak tahu berapa harga untuk masing-masing makanan yang menyusun paket makanan tersebut. Sekali lagi, inipun sebenarnya adalah permasalahan persamaan linear.


Kasus yang lain seperti iklan paket hemat cetak brosur full colour di atas. Di iklan tersebut dikatakan dengan Rp750.000,- kita dapat mencetak 2000 lembar brosur A4 cetak 1 muka atau 4000 lembar ½ A4 cetak 1 muka. Jika satu lembar A4 kita misalkan x dan cetak satu muka kita misalkan y, maka kita akan mendapatkan persamaan 750.000 = 2000(x + y) atau 750.000 = 4000 (½x + y)

Contoh-contoh di atas adalah penggunaan persamaan linear dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada contoh penggunaan sistem persamaan linear dalam bidang lain? Ada. Kamu tentu pernah belajar tentang temperatur. Ada tiga skala yang kita kenal, Cecius, Reamur, dan Fahrenheit. Untuk mendapatkan rumus yang menghubungkan Celcius dengan Fahrenheit, kita tinggal menyatakan temperatur Fahrenheit = m temperatur Celcius + n atau F = mC + n dengan m dan n adalah konstanta. Pada tekanan satu atmosfer titik didih air adalah 212 derajat F atau 100 derajat C dan titik beku air adalah 32derajat F atau 0 derajat C. Dengan memasukkan kedua nilai tersebut ke dalam persamaan F = mC + n maka diperoleh m = 9/5 dan n = 32. Itulah sebabnya kita mendapatkan hubungan F = 9/5C + 32

10 Januari 2009

Penilaian Matematika yang Holistik

Beberapa waktu terakhir, khususnya pada akhir semester 1 yang lalu saya cukup resah dengan model penilaian matematika saya. Beberapa pertanyaan yang mengganggu saya, benarkah cara saya dalam menilai siswa dalam proses pembelajaran matematika? Bagaimana hasil ulangan saja sudah cukup merepresentasikan kemampuan dan prestasi belajar matematika siswa? Jujur saya tidak puas dengan model penilaian yang saya lakukan. So what? Mengubah paradigma tentang penilaian! Penilaian matematika yang holistik - menyeluruh, yang mengukur seluruh aspek kemampuan siswa. Ini artinya penilaian yang berfokus pada proses bukan pada hasil.

Saya mencoba mendorong siswa untuk melakukan dan terlibat dalam proses pembelajaran matematika, tanpa siswa harus berpikir soal nanti nilainya bagaimana, baik atau jelek. Mendorong siswa fokus pada proses dan mengoptimalkan seluruh potensi diri dalam pembelajaran matematika. Saya pikir ini lebih mendayagunakan dan siswa lebih banyak mendapatkan dari pada mesti dibebani target-target nilai yang baik.

Tentu bukan berarti kemudian tidak ada ulangan atau ujian. Ulangan tetap ada sebagai standarisasi penguasaan materi siswa. Namun tidak melulu berfokus pada ulangan saja.

Bagaimana prosesnya? Ini yang sudah saya rumuskan, tentu belum sempurna masih perlu dikritisi dan perlu pembenahan disana-sini.


Penilaian Performance Pembelajaran berbasis kelompok


Aspek Yang dinilai:
• Keterlibatan dalam proses belajar kelompok
• Kemampuan mengungkapkan pendapat
• Kemampuan bekerja sama
• Kepedulian terhadap teman dalam kelompok
• Penguasaan Substansi materi

Dinamika Kegiatan:
1.Buat kelompok yang beragam dalam hal kemampuan, suku, agama dan ras
2.Guru menginformasikan bahan/materi belajar beberapa hari sebelumnya
3.Kelompok berdiskusi tentang bahan/materi yang diberikan dan guru menjadi fasilitator
4.Setelah proses diskusi selesai guru memberikan soal-soal kepada kelompok. Kemudian memilih secara acak wakil kelompok untuk menjawab dan menjelaskan jawaban kaitannya dengan substansi materi yang sedang dipelajari
5.Guru mengadakan tes kecil (post test) untuk masing-masing siswa.
6.Dalam kelompok siswa merefleksikan hasil/prestasi belajar dan seluruh proses yang dialami kemudian merancang rencana aksi tindak lanjut berdasarkan hasil refleksi tersebut.
Penilaian dilakukan oleh:
1.Guru
2.Siswa sendiri
3.Teman dalam kelompok

Rubrik penilaian:
No Nama Siswa Keterlibatan Berpendapat Kerjasama Kepedulian Substansi materi


Saya sedang mencobakan ini....
Senang jika bapak/ibu guru atau para siswa dan pembaca yang lain memberikan tanggapan atau masukan...
Lain waktu saya akan sharing tentang pembelajaran berbasis kelompok yang sudah saya lakukan di kelas matematika saya.


Salam,
HJS